Rabu, 24 Oktober 2012

TULISAN ILMIAh




pengertian karya tulis ilmiah adalah suatu tulisan yang membahas suatu masalah berdasarkan penyelidikan, pengamatan, pengumpulan data yang didapat dari suatu penelitian, baik penelitian lapangan, tes laboratorium, ataupun kajian pustaka yang didasarkan pada pemikiran (metode) ilmiah yang logis dan empiris.

Jenis-jenis karya tulis ilmiah:
1.     Makalah atau paper 
2.    Laporan praktikum 
3.    Artikel 
4.    Tugas akhir 

Read more: KARYA TULIS ILMIAH :: Contoh Karya Tulis Ilmiah | belajarpsikologi.com

KARYA ILMIAH




   Karya ilmiah adalah laporan tertulis dan diterbitkan yang memaparkan hasil penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan.
Ada berbagai jenis karya ilmiah, antara lain :
§  laporan penelitian
§  makalah seminar atau simposium, dan
§   artikel jurnal

Tujuan karya ilmiah :
§  Sebagai wahana melatih mengungkapkan pemikiran atau hasil penelitian dalam bentuk tulisan
§  Menumbuhkan etos ilmiah di kalangan mahasiswa,
§  Menjadi wahana transformasi pengetahuan antara sekolah dengan masyarakat, atau orang-orang yang berminat membacanya
§  Membuktikan potensi dan wawasan ilmiah yang dimiliki mahasiswa
§  Melatih keterampilan dasar untuk melakukan penelitian.
Manfaat penyusunan karya ilmiah bagi penulis adalah berikut:
  • Melatih untuk mengembangkan keterampilan membaca yang efektif;
  • Melatih untuk menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber;
  • Mengenalkan dengan kegiatan kepustakaan;
  • Meningkatkan pengorganisasian fakta/data secara jelas dan sistematis;
  • Memperoleh kepuasan intelektual;
  • Memperluas cakrawala ilmu pengetahuan;
  • Sebagai bahan acuan/penelitian pendahuluan untuk penelitian selanjutnya

PENALARAN DEDUKTIF




Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. 

Penalaran deduktif adalah suatu penalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus.
Jenis penalaran deduktif  yaitu:
§  Silogisme Kategorial : terjadi dari tiga proposisi.
§  Silogisme Hipotesis :  terdiri atas premis mayor yang berproposisi konditional hipotesis.
§  Silogisme Akternatif : terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif.
§  Entimen : jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.


MAKANA DENOTASI





Pengertian Makna Denotasi
Makna denotasi disebut juga makna lugas yaitu makna yang sebenarnya makna yang digunakan untuk menyampaikan sesuatu yang bersifat faktual. Makna pada kalimat yang denotatif tidak mengalami perubahan atau penambahan makna.

Contoh makna denotasi:
§  Krisna tidak suka makan ayam goreng
Makan artinya menasukan kedalam mulut
§  Indah menulis surat untuk temannya
Menulis artinya menciptakan suatu catatan atau informasi pada suatu media

MAKNA KONOTATIF


MAKNA KONOTATIFPengertian Makna KonotatifMakna konotasi adalah makna yang bukan sebenarnya yang umumnya bersifat sindiran dan merupakan makna denotasi yang mengalami penambahan.
 Makna konotasi dibagi menjadi 2 yaitu :
  1. Konotasi positif  merupakan kata yang memiliki makna yang dirasakan baik dan  lebih sopan.
  1. Konotasi negatif merupakan kata yang bermakna kasar atau tidak sopan.

Contoh makna konotatif:
  • Banyak pahlawan yang telah gugur saat berperang
Gugur adalah makna konotasi positif  yang dalam arti denotatifnya adalah mati .
  • Laki bini itu selalu bertengkar
Laki bini adalah makna konotasi negatif yang artinya orang yang sudah menikah.

Minggu, 06 Mei 2012

HAK KONSUMEN YANG DI LANGGAR



BAB I
PENDAHULUAN
Konsumen secara harfiah memiliki arti, orang atau perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu, atau sesuatu atau sese orang yangmenggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang.
Hak konsumen yang diabaikan oleh pelaku usaha perlu dicermati secara seksama. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam produk barang/pelayanan jasa yang dipasarkankepada konsumen di tanah air, baik melalui promosi, iklan, maupun penawaran barang secara langsung.

BAB II
PEMBAHASAN
Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen  disebutkan bahwa “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”. Kepastian hukum untuk melindungi hak-hak konsumen, yang diperkuat melalui undang-undang khusus, memberikan harapan agar pelaku usaha tidak lagi sewenang-wenang yang selalu merugikan hak konsumen.Dengan adanya UU Perlindungan Konsumen beserta perangkat hukum lainnya, konsumen memiliki hak dan posisi yang berimbang, dan mereka pun bisa menggugat atau menuntut jika ternyata hak-haknya telah dirugikan atau di langgar oleh pelaku usaha. Dasar Hukum Perlindungan Konsumen Hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki dasar hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya dasar hukum yang pasti, perlindungan terhadap hak-hak konsumen bisa dilakukan dengan penuh optimisme. Hukum Perlindungan Konsumen merupakan cabang dari Hukum Ekonomi. Alasannya, permasalahan yang diatur dalam hukum konsumen berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan barang / jasa. Pada tanggal 30 Maret 1999, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perlindungan konsumen untuk disahkan oleh pemerintah setelah selama 20 tahun diperjuangkan. RUU ini sendiri baru disahkan oleh pemerintah pada tanggal 20 april 1999.
Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:
  • Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
  • Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
  • Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
  • Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
  • Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
  • Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
  • Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen
Dengan diundang-undangkannya masalah perlindungan konsumen, dimungkinkan dilakukannya pembuktian terbalik jika terjadi sengketa antara konsumen dan pelaku usaha. Konsumen yang merasa haknya dilanggar bisa mengadukan dan memproses perkaranya secara hukum di badan penyelesaian sengketa konsumen (BPSK).

BAB III
KESIMPULAN
Pemerintah sebagai perancang,pelaksana serta  pengawas atas jalannya hukum dan UU tentang perlindungan konsumen harus benar-benar memperhatikan Kesadaran produsen akan hak-hak konsumen juga sangat dibutuhkan agar tercipta harmonisasi tujuan antara produsen yang ingin memperoleh laba tanpa membahayakan konsumen yang ingin memiliki kepuasan maksimum

CARA PETANI MENGELOLAH HASIL PERTANIANNYA




BAB I
PENDAHULUAN

Pertanian  adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia  untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa difahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam (bahasa Inggris: crop cultivation) serta pembesaran hewan ternak (raising), meskipun cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekedar ekstraksi semata, seperti penangkapan  ikan  atau  eksploitasi  hutan.

BAB II
PEMBAHASAN
Untuk meningkatkan hasil pertanian dengan cara memperluas lahan pertanian baru,misalnya membuka hutan dan semak belukar, daerah sekitar rawa-rawa, dan daerah pertanian yang belum dimanfatkan. Selain itu, ekstensifikasi juga dilakukan dengan membuka persawahan pasang surut dan  Rehabilitasi Pertanian yaitu usaha memperbaiki lahan pertanian yang semula tidak produktif atau sudah tidak berproduksi menjadi lahan produktif atau mengganti tanaman yang sudah tidak produktif menjadi tanaman yang lebih produktif.
Ekstensifikasi pertanian banyak dilakukan di daerah jarang penduduk seperti di luar Pulau Jawa, khususnya di beberapa daerah tujuan transmigrasi, seperti Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya.Adalah usaha penganekaragaman jenis usaha atau tanaman pertanian untuk menghindari ketergantungan pada salah satu hasil pertanian. 

Diversifikasi pertanian dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
·         Memperbanyak jenis kegiatan pertanian, misalnya seorang petani selain bertani juga beternak ayam dan beternak ikan.
·         Memperbanyak jenis tanaman pada suatu lahan, misalnya pada suatu lahan selain ditanam jagung juga ditanam padi 


BAB III
PENUTUPAN
Apabila seorang petani memandang semua aspek ini dengan pertimbangan efisiensi untuk mencapai keuntungan maksimal maka ia melakukan pertanian intensif (intensive farming). Usaha pertanian yang dipandang dengan cara ini dikenal sebagai agribisnis. Program dan kebijakan yang mengarahkan usaha pertanian ke cara pandang demikian dikenal sebagai intensifikasi. Karena pertanian industrial selalu menerapkan pertanian intensif, keduanya sering kali disamakan.

SUMBER: 



KOPRASI DAN KUD YANG BERKAITAN DENGAN PERKEBUNAN



BAB I
PENDAHULUAN

 KUD  adalah suatu Koperasi serba usaha yang beranggotakan penduduk desa dan berlokasi didaerah pedesaan, daerah kerjanya biasanya mencangkupsatu wilayah kecamatan. Pembentukan KUD ini merupakan penyatuan daribeberapa Koperasi pertanian yang kecil dan banyak jumlahnya dipedesaan. Selain itu KUD memang secara resmi didorong perkembangannya oleh pemerintah.
Tugas KUD adalah :
·         KUD berkewajiban mengkoordinasi pemeliharaan, panen, transport hasil petani peserta   kelokasi pabrik
·         Menyediakan kebutuhan petani peserta
·         Melakukan administrasi terhadap penjualan hasil petani pesert
·          Mengaturkan hubungan kerjasama dengan petani peserta, kelompok tani dan perusahaan inti
·         Mengadministrasikan seluruh transaksi keuangan antara kebun plasma dengan bank secara   periodi
·         Memupuk sumber dana sebagai tabungan untuk menambah modal KUD
·         Membantu anggota / petani peserta memperoleh bantuan kredit perbankan untuk  mengembangkan usaha
·          Mempersiapkan diri untuk pembelian saham Perusahaan Inti.

BAB II
PEMBAHASAN

TAHAPAN PEMBANGUNAN KEBUN INTI, KEBUN PLASMA dan KKPA
Tahapan Pembangunan kebun Plasma / KKPA meliputi :
1.      Masa Konstruksi
2.      Masa Penyerahan Kebun sampai Pelunasan Kredit
3.      Masa Pasca Kredit Lunas

I.     Masa Kontruksi
     Masa persiapan meliputi kegiatan : (pengurusan legalitas dan perencanaan)
·         Permohonan ijin prinsip dari Menteri Pertanian melalui Direktorat Jendral Perkebunan
·         Permohonan Pencadangan lahan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat
·          Survey pendahuluan
·          Permohonan pelepasan Kawasan Hutan kepada Menteri Kehutanan
·         Study kelayakan dan Perencanaan Proyek
·         SK Menteri Pertanian tentang pelaksanaan proyek dan penunjukan Perusahaan Inti

II.      Masa Pembangunan fisik kebun
·         Pembangunan fisik kebun sepenuhnya dilaksanakan oleh Perusahaan Inti sesuaidengan standar fisik yang telah ditentukan Direktorat Jendral Perkebunan
·         Pemanfaatan petani peserta sebagai tenaga kerja juga bertujuan untuk membina petani peserta tersebut mempunyai kemampuan untuk mengelola kebun plasma nantinya
·         Keberhasilan suatu proyek plasma sangat tergantung dari pembangunan fisik kebun yang baik guna menjamin penyerahan kebun yang tepat waktu dan produksi tinggi
·         Membangun fasilitas pabrik untuk menampung hasil produksi inti dan plasma
III. Masa Penyearahan Kebun sampai Pelunasan Kebun
Persiapan Penyerahan Kebun dilaksanakan sejak tanaman berumur 30 bulan s/d 48 bulan yaitu :
-      Pengukuran kavling
-      Pembentukan kelompok tani
-      Undian Blok / Kavling
-      Penilaian awal fisik kebun
-      Permohonan Penilaian teknis
-      Penilaian Teknis Akhir Kebun
-      Pembuatan sertifikat
Masa Penyerahan Kebun:
-      Perjajian Kerjasama antara Inti, KUD, Kelompok Tani dan Bank
-      Penyuluhan terpadu oleh TP3D1 dan TP3D2
-      Pelaksanaan alih kebun atau akan kredit

IV.   Masa Pelunasan Kredit
Tugas Perusahaan Inti adalah :
·              Bertangung jawab untuk membina KUD, kelompok tani serta memotong hasil produksi petani untuk pembayaran kredit pembangunan kebun pada Bank pelaksana.
·               Menerima hasil produksi petani peserta melalui KUD

BAB III
KESIMPULAN
             Sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah tentang 5 (lima) pola pembangunan perkebunan yang ditetapkan pemerintah saat ini, seharusnya bertujuan meningkatkan ekonomi kerakyatan melalui kemitraan, antara perusahaan dengan KUD atau petani. Oleh sebab itu pengetahuan tentang plasma dan KKPA yang saat ini sedang kita laksanakan sangat penting untuk dipahami dan ditingkatkan.
            Management KUD yang baik dan dipercaya oleh kelompok tani/petani peserta perlu diciptakan agar program yang dianjurkan perusahaan dapat dilaksanakan dengan baik.




SEJARAH HUKUM DI INDONESIA


BAB I
PENDAHULUAN

Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.
ada tiga manfaat dalam mempelajari sistem hukum asing itu, yaitu :
·              Memberi kepuasaan bagi orang yang berhasrat ingin tahu (sifatnya pedagogis dan ilmiah).
·              Memperdalam pengertian tentang pranata masyarakat dan kebudayaannya sendiri.
·              Membawa sikap kritis terhadap sistem hukum sendiri (Nawawi Arief, h:1).


BAB 2
PEMBAHASAN

AWAL MUNCULNYA HUKUM DI INDONESIA
1.         Periode Kolonialisme
Periode kolonialisme terbagi ke dalam tiga tahapan besar, yakni: periode VOC, Liberal Belanda dan Politik etis hingga penjajahan Jepang.
a.         Periode VOC
Pada masa pendudukan VOC, sistem hukum yang diterapkan bertujuan untuk:
1) Kepentingan ekspolitasi ekonomi demi mengatasi krisis ekonomi di negeri Belanda;
2) Pendisiplinan rakyat pribumi dengan cara yang otoriter; dan
3) Perlindungan terhadap pegawai VOC, sanak-kerabatnya, dan para pendatang Eropa.
Hukum Belanda diberlakukan terhadap orang-orang Belanda atau Eropa. Sedangkan bagi pribumi, yang berlaku adalah hukum-hukum yang dibentuk oleh tiap-tiap komunitas secara mandiri. Tata pemerintahan dan politik pada zaman itu telah meminggirkan hak-hak dasar rakyat di nusantara dan menjadikan penderitaan yang mendalam terhadap rakyat pribumi di masa itu.
b.         Periode liberal Belanda
Pada 1854 di Hindia Belanda diterbitkan Regeringsreglement (selanjutnya disebut RR 1854) atau Peraturan tentang Tata Pemerintahan (di Hindia Belanda) yang tujuan utamanya melindungi kepentingan kepentingan usaha-usaha swasta di negeri jajahan dan untuk pertama kalinya mengatur perlindungan hukum terhadap kaum pribumi dari kesewenang-wenangan pemerintahan jajahan. Hal ini dapat ditemukan dalam (Regeringsreglement) RR 1854 yang mengatur tentang pembatasan terhadap eksekutif (terutama Residen) dan kepolisian, dan jaminan terhadap proses peradilan yang bebas.
Otokratisme administrasi kolonial masih tetap berlangsung pada periode ini, walaupun tidak lagi sebengis sebelumnya. Namun, pembaruan hukum yang dilandasi oleh politik liberalisasi ekonomi ini ternyata tidak meningkatkan kesejahteraan pribumi, karena eksploitasi masih terus terjadi, hanya subyek eksploitasinya saja yang berganti, dari eksploitasi oleh negara menjadi eksploitasi oleh modal swasta.
c.         Periode Politik Etis Sampai Kolonialisme Jepang
Kebijakan Politik Etis dikeluarkan pada awal abad 20. Di antara kebijakan-kebijakan awal politik etis yang berkaitan langsung dengan pembaharuan hukum adalah:
1) Pendidikan untuk anak-anak pribumi, termasuk pendidikan lanjutan hukum
2) Pembentukan Volksraad, lembaga perwakilan untuk kaum pribumi
 3) Penataan organisasi pemerintahan, khususnya dari segi efisiensi
4) Penataan lembaga peradilan, khususnya dalam hal profesionalitas
5) Pembentukan peraturan perundang-undangan yang berorientasi pada kepastian hukum. Hingga runtuhnya kekuasaan kolonial, pembaruan hukum di Hindia Belanda mewariskan:
1) Dualisme/pluralisme hukum privat serta dualisme/pluralisme lembaga-lembaga peradilan
2) Penggolongan rakyat ke dalam tiga golongan; Eropa dan yang disamakan, Timur Asing,   
    Tionghoa dan Non-Tionghoa, dan Pribumi.
Masa pendudukan Jepang pembaharuan hukum tidak banyak terjadi seluruh peraturan perundang-undangan yang tidak bertentangan dengan peraturan militer Jepang, tetap berlaku sembari menghilangkan hak-hak istimewa orang-orang Belanda dan Eropa lainnya. Beberapa perubahan perundang-undangan yang terjadi:
1) Kitab UU Hukum Perdata, yang semula hanya berlaku untuk golongan Eropa dan yang setara, diberlakukan juga untuk orang-orang Cina
2) Beberapa peraturan militer disisipkan dalam peraturan perundang-undangan pidana yang
berlaku. Di bidang peradilan, pembaharuan yang dilakukan adalah:
 1) Penghapusan dualisme/pluralisme tata peradilan
 2) Unifikasi kejaksaan
 3) Penghapusan pembedaan polisi kota dan pedesaan/lapangan
4) Pembentukan lembaga pendidikan hukum
 5) Pengisian secara massif jabatan-jabatan administrasi pemerintahan dan hukum dengan orang-orang pribumi.

2.         Periode Revolusi Fisik Sampai Demokrasi Liberal
a.         Periode Revolusi Fisik
Pembaruan hukum yang sangat berpengaruh di masa awal ini adalah pembaruan di dalam bidang peradilan, yang bertujuan dekolonisasi dan nasionalisasi: 1) Meneruskan unfikasi badan-badan peradilan dengan melakukan penyederhanaan; 2) Mengurangi dan membatasi peran badan-badan pengadilan adat dan swapraja, kecuali badan-badan pengadilan agama yang bahkan dikuatkan dengan pendirian Mahkamah Islam Tinggi.
b.         Periode Demokrasi Liberal
UUDS 1950 yang telah mengakui hak asasi manusia. Namun pada masa ini pembaharuan hukum dan tata peradilan tidak banyak terjadi, yang ada adalah dilema untuk mempertahankan hukum dan peradilan adat atau mengkodifikasi dan mengunifikasinya menjadi hukum nasional yang peka terhadap perkembangan ekonomi dan tata hubungan internasional. Kemudian yang berjalan hanyalah unifikasi peradilan dengan menghapuskan seluruh badan-badan dan mekanisme pengadilan atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan negara, yang ditetapkan melalui UU No. 9/1950 tentang Mahkamah Agung dan UU Darurat No. 1/1951 tentang Susunan dan Kekuasaan Pengadilan.
3.         Periode Demokrasi Terpimpin Sampai Orde Baru
a.         Periode Demokrasi Terpimpin
Langkah-langkah pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang dianggap sangat berpengaruh dalam dinamika hukum dan peradilan adalah: 1) Menghapuskan doktrin pemisahan kekuasaan dan mendudukan MA dan badan-badan pengadilan di bawah lembaga eksekutif; 2) Mengganti lambang hukum ?dewi keadilan? menjadi ?pohon beringin? yang berarti pengayoman; 3) Memberikan peluang kepada eksekutif untuk melakukan campur tangan secara langsung atas proses peradilan berdasarkan UU No.19/1964 dan UU No.13/1965; 4) Menyatakan bahwa hukum perdata pada masa kolonial tidak berlaku kecuali sebagai rujukan, sehingga hakim mesti mengembangkan putusan-putusan yang lebih situasional dan kontekstual.
b.         Periode Orde Baru
Perkembangan dan dinamika hukum dan tata peradilan di bawah Orde Baru justru diawali oleh penyingkiran hukum dalam proses politik dan pemerintahan. Di bidang perundang-undangan, rezim Orde Baru ?membekukan? pelaksanaan UU Pokok Agraria, dan pada saat yang sama membentuk beberapa undang-undang yang memudahkan modal asing berinvestasi di Indonesia; di antaranya adalah UU Penanaman Modal Asing, UU Kehutanan, dan UU Pertambangan. Selain itu, orde baru juga melakukan: 1) Penundukan lembaga-lembaga hukum di bawah eksekutif; 2) Pengendalian sistem pendidikan dan penghancuran pemikiran kritis, termasuk dalam pemikiran hukum; Singkatnya, pada masa orde baru tak ada perkembangan yang baik dalam hukum Nasional.
4.         Periode Pasca Orde Baru (1998 – Sekarang)
Sejak pucuk eksekutif di pegang Presiden Habibie hingga sekarang, sudah terjadi empat kali amandemen UUD RI. Di arah perundang-undangan dan kelembagaan negara, beberapa pembaruan formal yang mengemuka adalah: 1) Pembaruan sistem politik dan ketetanegaraan; 2) Pembaruan sistem hukum dan hak asasi manusia; dan 3) Pembaruan sistem ekonomi.
Penyakit lama orde baru, yaitu KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) masih kokoh mengakar pada masa pasca orde baru, bahkan kian luas jangkauannya. Selain itu, kemampuan perangkat hukum pun dinilai belum memadai untuk dapat menjerat para pelaku semacam itu. Aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim (kini ditambah advokat) dilihat masih belum mampu mengartikulasikan tuntutan permbaruan hukum, hal ini dapat dilihat dari ketidakmampuan Kejaksaan Agung meneruskan proses peradilan mantan Presiden Soeharto, peradilan pelanggaran HAM, serta peradilan para konglomerat hitam. Sisi baiknya, pemberdayaan rakyat untuk menuntut hak-haknya dan mengembangkan sumber daya hukumnya secara mandiri, semakin gencar dan luas dilaksanakan. Walaupun begitu, pembaruan hukum tetap terasa lambat dan masih tak tentu arahnya.
BAB III
PENUTUPAN

Dalam tatanan hukum moderen ada dua sistem yang mempengaruhi hukum dunia termasuk di indonesia yaitu hukum Eropa Kontinental (Belanda,Perancis) yang timbul oleh sistem civil law berdasarkan asas konkordasi Belanda (pengaruh kolonialisme). Dan sampai sekarang pun masih memberikan refrensi kepada dunia hukum pada umumnya.


PERUSAHAAN YANG MELANGGAR ASPEK HUKUM DILIHAT DARI ETIKA DAN MORAL



                Salah satu aspek yang sangat populer dan perlu mendapat perhatian dalam dunia bisnis ini adalah norma dan etika bisnis. Etika bisnis selain dapat menjamin kepercayaan dan loyalitas dari semua unsur yang berpengaruh pada perusahaan, juga sangat menentukan maju atau mundurnya perusahaan. Siapakah pihak yang bertanggung jawab terhadap moral etika dalam perusahaan? Pihak yang bertanggung jawab terhadap moral etika adalah manajer. Oleh karena itu, ada tiga tipe manajer dilihat dari sudut etikanya, yaitu:
       1.            Manajemen Tidak bermoral. Manajemen tidak bermoral didorong oleh kepentingan dirinya sendiri, demi keuntungan sendiri atau perusahaan. Kekuatan yang menggerakkan manajemen immoral adalah kerakusan/ketamakan, yaitu berupa prestasi organisasi atau keberhasilan personal. Manajemen tidak bermoral merupakan kutub yang berlawanan dengan manajemen etika. Misalnya, pengusaha yang menggaji karyawannya dengan gaji di bawah upah minimum atau perusahaan yang meniru produk-produk perusahaan lain, atau perusahaan percetakan yang memperbanyak cetakannya melebihi kesepakatan dengan pemegang hak cipta, dan sebagainya (Thomas W. Zimmerer, Norman M. Scarborough, Entrepreneurship and The New Ventura Formation, 1996, hal. 21).
       2.             Manajemen Amoral. Tujuan utama dari manajemen amoral adalah laba, akan tetapi tindakannya berbeda dengan manajemen immoral. Ada satu cara kunci yang membedakannya, yaitu mereka tidak dengan sengaja melanggar hukum atau norma etika. Yang terjadi pada manajemen amoral adalah bebas kendali dalam mengambil keputusan, artinya mereka tidak mempertimbangkan etika dalam mengambil keputusan. Salah satu conoth dari manajemen amoral adalah penggunaan uji kejujuran detektor bagi calon karyawan.
       3.            Manajemen Bermoral. Manajemen bermoral juga bertujuan untuk meraih keberhasilan, tetapi dengan menggunakan aspek legal dan prinsip-prinsip etika. Filosofi manajer bermoral selalu melihat hukum sebagai standar minimum untuk beretika dalam perilaku.
Pengaturan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Secara formal tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan baru diatur pada tahun 2007, yaitu dalam Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagai berikut :
       1.            Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
       2.            Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
       3.            Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
       4.            Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah. 
Di dalam penjelasan resmi dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas disebutkan bahwa ayat (1) Pasal 74 mengandung maksud:
·              Ketentuan ini bertujuan untuk tetap menciptakan hubungan Perseroan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat setempat.
·              Yang dimaksud dengan “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam” adalah Perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam.
·              Yang dimaksud dengan “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam” adalah Perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam.
Sedangkan mengenai ayat (2) dan ayat (4) dianggap cukup jelas.
Ayat (3) diberi penjelasan sebagai berikut :
       1.            Yang dimaksud dengan “Dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” adalah dikenai segala bentuk sanksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang terkait. Dari ketentuan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas beserta penjelasannya tersebut di atas dapat dimaknai bahwa :
       2.            Ketentuan tersebut “hanya” berlaku bagi bidang usaha yang bergerak, dan mempunyai hubungan dengan Sumber Daya Alam. Bagaimana dengan bidang usaha lain yang secara tidak langsung juga mempunyai dampak negative kepada lingkungan?
       3.            Bagaimana strata  usaha yang berada dalam UMKM yang jumlahnya banyak dengan dampak yang melebihi satu perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas?.
Untuk itu perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut :
·         Melakukan sosialisasi membuat pedoman yang lebih operasional, sehingga tidak menimbulkan kesan yang secara hukum menjadi diskriminatif.
·         Melakukan sosialisasi yang mendalam kepada badan usaha sebagai pelaku usaha yang tidak termasuk dalam pengertian Pasal 74 Undang-Undang Perseroan Terbatas ikut serta secara sukarela menjaga lingkungan usaha, lingkungan pelanggan dengan baik dan benar, mengingat jumlah mereka jauh lebih besar dengan jangkauan perusahaan yang jauh lebih luas.

SUMBER:

ANTIMONOPOLI dan PERSAINGAN USAHA



Pengertian Antimonopoli dan Persaingan Usaha
“Antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.
Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikankepentingan umum.
Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.
Perjanjian yang Dilarang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Oligopoli: keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.
Penetapan harga: dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain:
Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama
Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama
Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar
Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah daripada harga yang telah dijanjikan.

 Perjanjian yang dilarang dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Jika dibandingkan dengan pasal 1313 KUH Perdata, UU No.5/199 lebih menyebutkan secara tegas pelaku usaha sebagai subyek hukumnya, dalam undang-undang tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis . Hal ini namun masih menimbulkan kerancuan. Perjanjian dengan ”understanding” apakah dapat disebut sebagai perjanjian. Perjanjian yang lebih sering disebut sebagai tacit agreement ini sudah dapat diterima oleh UU Anti Monopoli di beberapa negara, namun dalam pelaksanaannya di UU No.5/1999 masih belum dapat menerima adanya ”perjanjian dalam anggapan” tersebut.
Sebagai perbandingan dalam pasal 1 Sherman Act yang dilarang adalah bukan hanya perjanjian (contract), termasuk tacit agreement tetapi juga combination dan conspiracy. Jadi cakupannya memang lebih luas dari hanya sekedar ”perjanjian” kecuali jika tindakan tersebut—collusive behaviour—termasuk ke dalam kategori kegiatan yang dilarang dalam bab IV dari Undang-Undang Anti Monopoli . Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk sebgai berikut :
1.      Oligopoli
2.      Penetapan harga
3.      Pembagian wilayah
4.       Pemboikotan
5.        Kartel
6.       Trust
7.       Oligopsonih
8.       Integrasi vertikal
9.       Perjanjian tertutup
10.  Perjanjian dengan pihak luar neger